Wednesday 4 November 2015

Indahnya Perjuangan

Indahnya Sebuah Perjuangan
            Rachmadhana Allifa maulana adalah nama yang telah ditakdirkan oleh yang maha kuasa untuk mendampingiku mengarungi luasnya hidup ini, dengan filosofi “Rachmadhana” yang  berartikan rohmat kata lain dari “anugrah”, dan “Allifa” sebagai lafadz alif dalam tulisan arab yang melambangkan angka 1, kemudian “Maulana” sebagai bulan kelahiran yaitu bulan Maulid nabi, apabila di korelasikan ketiga arti tersebut menjadi “anugrah pertama yang diberkati pada bulan maulid nabi” (menurut prospektif orang tua saya). Samarinda, 5 agustus 1996 merupakan awal aku mengukir tinta sejarah dalam hidup yang  fanaa ini.
Berbagai lika-liku kehidupan telah aku jalani, hingga pada akhirnya sekarang telah duduk pada bangku perkuliahan. UNIDA (University of Darusalam) tempat ku menimba ilmu, bangku perkuliahan tidak hanya tempat untuk menuntut ilmu, melainkan untuk mengamalkan ilmu yang telah di dapat dalam menuntut ilmu. Salah satu sarana pengamalan ilmu yaitu dengan mengajar TPA (Taman Pendidikan Al-Quran).
Tepat pada bulan Januari 2015 awal aku memulai coretan sejarah hidup ini. “Mengajar” merupakan salah satu kompponen terpenting dalam hidup, begitulah apa yang telah diajarkan pimpinan pondok modern darussalam gontor kepada para santrinya, dengan filosofi yang berbunyi “sebaik-baiknya belajar adalah mengajar” hal ini yang membuat hidupku selalu termotivasi untuk selalu megamalkan hal tersebut.
TPA Al-Barokah yang bertempat di desa Manuk, kecamatan siman, kabupaten ponorogo. Disanalah tempatku mengajar, dengan segala keterbatasan yang diberikan Allah, aku dan ke sebelas temanku tetap teguh untuk mengemban tugas yang suci ini. 11 orang yang dengan suka rela mengajar diantaranya adalah : Amri, Firman, Rizal, Magfiroh, Abid, Bowo, Nahjul, Khoirul, Anwarul, Adli, dan yang terakhir aku sendiri.
Mengajar anak kecil tidak semudah yang aku bayangkan sebelumnya, dengan pengalaman mengajar anak setingkat SMP yang telah aku lakukan dipondok modern darussalam gontor tidak bisa menjadi patokan untuk mengajar TPA yang mayoritasnya adalah anak sekolah dasar. hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses belajar mengajar seperti halnya anak-anak yang tidak turut terhadap para ustadz, kurangnya etika, bahkan sampai mempermainkan ustadz. Hal ini menjadi pertanyaan besar dan menjadi tugas yang harus kami selesaikan. Aku berserta kawan-kawan mencari asal permasalahan yang terjadi, bagaimana anak-anak tersebut dapat berbuat sedemikian rupa, hingga pada akhirnya aku beserta kawan-kawan berencana untuk mengunjungi satu persatu rumah para anak-anak. Setelah melakukan silaturami kesetiap rumah, akhirnya kami menemukan penyebab dari kenakalan anak-anak TPA. Ternyata 90% dari anak-anak tersebut tidak tinggal bersama orang tuanya. Anak yang tidak tinggal dengan orang tuanya kurang mendapatkan kasih sayang orang tua yang penting bagi perkembangan mental anak.  Ekonomi lah yang menjadi faktor utama, sebagian besar mata pencaharian orang tua anak-anak yang tinggal di sekitar TPA adalah TKI. Bekerja di luar negeri membuat para orang tua harus rela meninggalkan anak-anak mereka, menitipkan anak-anak pada saudara atau nenek mereka. Dalam buku tarbiyah menjelaskan bahwa terdapat 3 faktor utama yang penting bagi perkembangan mental anak, ketiga faktor tersebut adalah : orangtua, lingkungan, dan sekolah. Bimbingan orangtua merupakan hal terpenting dalam pembentukan karakter anak. Sehingga wajar saja apabila anak-anak yang bertempat tinggal di desa tersebut kurang memiliki sopan santun terhadap orang yang lebih tua.
Membangun hal baru merupakan tantangan tersendiri yang harus kami hadapi. Memang terasa berat, akan tetapi dengan ketabahan yang Allah SWT berikan kepada kami, hari-hari yang mulanya berat menjadi ringan seiring berjalannya waktu, anak-anak yang mulanya dapat disebut sebagai anak nakal perlahan-lahan mulai membaik. Fokus utama kami dalam mengajar adalah dalam perbaikan akhlak anak-anak. Karena akhlak merupakan unsur paling penting dalam menjalani kehidupan. Manusia tanpa akhlak bagaikan rumah tak berpondasi, rumah yang tak berpondasi tidak akan bertahan lama, sama halnya manusia yang tak berakhlak, tidak akan bertahan terhadap lika liku kehipan dunia yang begitu kejam.
Sebenarnya setiap anak memiliki potensinya masing masing, akan tetapi kurangnya sarana yang memacu mereka untuk mengasah potensi itu, bagaikan mutiara yang berada didasar laut, tidak akan pernah terlihat indah apabila tidak ada orang yang mengambil mutara itu dari dasar laut untuk di tunjukkan ke dunia luar, memang tidak mudah untuk mengambil mutiara di dasar laut, akan tetapi hasilnya akan setara dengan apa yang di perjuangkan untuk meraih itu. Sama halnya dengan membina TPA, memang tidak mudah membina anak-anak unruk menjadi yang lebih baik, akan tetapi dengan ketabahan dan keteguhan, insyaallah apa yang diperjuangkan tidak akan sia sia. Anak-anak bagaikan mutiara yang terpendam. Para pengajar berharap anak-anak binaan akan menjadi mutiara-mutiara yang akan menghiasi negara indonesia dengan kilaunya. 
Pengalaman yang telah aku alami selama mengajar TPA memberikan dampak positif dalam hidupku, aku menjadi mengerti bagaimana pentingnya sebuah kasih sayang orangtua terhadap anaknya, batapa pentingnya sebuah kesabaran dalam menjalani hidup, seberapa pahitnya perjuangan,semanis itu pula hasil yang akan diraih, dan betapa pentingnya untuk saling menghormati satu sama lain. Hargai setiap detik dalam hidup dengan selalu berbuat baik, dengan selalu memberikan hal positif bagi orang lain, dengan begitu hidup akan jadi lebih baik dan berharga.
           


            

No comments:

Post a Comment