Indahnya Sebuah Perjuangan
Rachmadhana
Allifa maulana adalah nama yang telah ditakdirkan oleh yang maha kuasa untuk
mendampingiku mengarungi luasnya hidup ini, dengan filosofi “Rachmadhana”
yang berartikan rohmat kata lain dari “anugrah”, dan “Allifa” sebagai lafadz alif dalam tulisan arab yang
melambangkan angka 1, kemudian “Maulana” sebagai bulan kelahiran yaitu bulan Maulid nabi, apabila di korelasikan
ketiga arti tersebut menjadi “anugrah pertama yang diberkati pada bulan maulid
nabi” (menurut prospektif orang tua saya). Samarinda, 5 agustus 1996 merupakan
awal aku mengukir tinta sejarah dalam hidup yang fanaa ini.
Berbagai
lika-liku kehidupan telah aku jalani, hingga pada akhirnya sekarang telah duduk
pada bangku perkuliahan. UNIDA (University of Darusalam) tempat ku menimba
ilmu, bangku perkuliahan tidak hanya tempat untuk menuntut ilmu, melainkan
untuk mengamalkan ilmu yang telah di dapat dalam menuntut ilmu. Salah satu
sarana pengamalan ilmu yaitu dengan mengajar TPA (Taman Pendidikan Al-Quran).
Tepat
pada bulan Januari 2015 awal aku memulai coretan sejarah hidup ini. “Mengajar”
merupakan salah satu kompponen terpenting dalam hidup, begitulah apa yang telah
diajarkan pimpinan pondok modern darussalam gontor kepada para santrinya,
dengan filosofi yang berbunyi “sebaik-baiknya belajar adalah mengajar” hal ini
yang membuat hidupku selalu termotivasi untuk selalu megamalkan hal tersebut.
TPA
Al-Barokah yang bertempat di desa Manuk, kecamatan siman, kabupaten ponorogo.
Disanalah tempatku mengajar, dengan segala keterbatasan yang diberikan Allah,
aku dan ke sebelas temanku tetap teguh untuk mengemban tugas yang suci ini. 11
orang yang dengan suka rela mengajar diantaranya adalah : Amri, Firman, Rizal,
Magfiroh, Abid, Bowo, Nahjul, Khoirul, Anwarul, Adli, dan yang terakhir aku
sendiri.
Mengajar
anak kecil tidak semudah yang aku bayangkan sebelumnya, dengan pengalaman
mengajar anak setingkat SMP yang telah aku lakukan dipondok modern darussalam
gontor tidak bisa menjadi patokan untuk mengajar TPA yang mayoritasnya adalah
anak sekolah dasar. hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses belajar mengajar
seperti halnya anak-anak yang tidak turut terhadap para ustadz, kurangnya
etika, bahkan sampai mempermainkan ustadz. Hal ini menjadi pertanyaan besar dan
menjadi tugas yang harus kami selesaikan. Aku berserta kawan-kawan mencari asal
permasalahan yang terjadi, bagaimana anak-anak tersebut dapat berbuat
sedemikian rupa, hingga pada akhirnya aku beserta kawan-kawan berencana untuk
mengunjungi satu persatu rumah para anak-anak. Setelah melakukan silaturami
kesetiap rumah, akhirnya kami menemukan penyebab dari kenakalan anak-anak TPA.
Ternyata 90% dari anak-anak tersebut tidak tinggal bersama orang tuanya. Anak
yang tidak tinggal dengan orang tuanya kurang mendapatkan kasih sayang orang
tua yang penting bagi perkembangan mental anak.
Ekonomi lah yang menjadi faktor utama, sebagian besar mata pencaharian
orang tua anak-anak yang tinggal di sekitar TPA adalah TKI. Bekerja di luar
negeri membuat para orang tua harus rela meninggalkan anak-anak mereka,
menitipkan anak-anak pada saudara atau nenek mereka. Dalam buku tarbiyah menjelaskan bahwa terdapat 3
faktor utama yang penting bagi perkembangan mental anak, ketiga faktor tersebut
adalah : orangtua, lingkungan, dan sekolah. Bimbingan orangtua merupakan hal
terpenting dalam pembentukan karakter anak. Sehingga wajar saja apabila
anak-anak yang bertempat tinggal di desa tersebut kurang memiliki sopan santun
terhadap orang yang lebih tua.
Membangun
hal baru merupakan tantangan tersendiri yang harus kami hadapi. Memang terasa
berat, akan tetapi dengan ketabahan yang Allah SWT berikan kepada kami,
hari-hari yang mulanya berat menjadi ringan seiring berjalannya waktu,
anak-anak yang mulanya dapat disebut sebagai anak nakal perlahan-lahan mulai
membaik. Fokus utama kami dalam mengajar adalah dalam perbaikan akhlak
anak-anak. Karena akhlak merupakan unsur paling penting dalam menjalani
kehidupan. Manusia tanpa akhlak bagaikan rumah tak berpondasi, rumah yang tak
berpondasi tidak akan bertahan lama, sama halnya manusia yang tak berakhlak,
tidak akan bertahan terhadap lika liku kehipan dunia yang begitu kejam.
Sebenarnya
setiap anak memiliki potensinya masing masing, akan tetapi kurangnya sarana yang
memacu mereka untuk mengasah potensi itu, bagaikan mutiara yang berada didasar
laut, tidak akan pernah terlihat indah apabila tidak ada orang yang mengambil
mutara itu dari dasar laut untuk di tunjukkan ke dunia luar, memang tidak mudah
untuk mengambil mutiara di dasar laut, akan tetapi hasilnya akan setara dengan
apa yang di perjuangkan untuk meraih itu. Sama halnya dengan membina TPA,
memang tidak mudah membina anak-anak unruk menjadi yang lebih baik, akan tetapi
dengan ketabahan dan keteguhan, insyaallah apa yang diperjuangkan tidak akan
sia sia. Anak-anak bagaikan mutiara yang terpendam. Para pengajar berharap
anak-anak binaan akan menjadi mutiara-mutiara yang akan menghiasi negara
indonesia dengan kilaunya.
Pengalaman
yang telah aku alami selama mengajar TPA memberikan dampak positif dalam
hidupku, aku menjadi mengerti bagaimana pentingnya sebuah kasih sayang orangtua
terhadap anaknya, batapa pentingnya sebuah kesabaran dalam menjalani hidup,
seberapa pahitnya perjuangan,semanis itu pula hasil yang akan diraih, dan
betapa pentingnya untuk saling menghormati satu sama lain. Hargai setiap detik
dalam hidup dengan selalu berbuat baik, dengan selalu memberikan hal positif
bagi orang lain, dengan begitu hidup akan jadi lebih baik dan berharga.
No comments:
Post a Comment